top of page
Cari

Manfaat persembahan dan memakan nasi kuning saat kuningan secara niskala

Lontar Sundarigama menyatakan:— "Pada hari Sabtu Saniscara Keliwon Wuku Kuningan, para devatāḥ (dewa) & devāḥ pitaraḥ (leluhur) turun kembali ke dunia untuk menikmati persembahan berupa sesayut prayascita lewih, diiringi nasi kuning, dengan ikan itik putih (betutu), penyeneng & tetebus, sādhanā ini tujuannya untuk menyucikan pikiran." ⁣

Baudhāyana Dharmaśāstra (2.7.21) menghimbaukan seseorang harus memakan sisa makanan yang telah dipersembahlan kepada Tuhan, Pitṛa (leluhur), orang tua & guru, demikianlah hukum yang telah ditentukan. Ini artinya umat manusia dimaksudkan untuk melatih mengendalikan dorongan indera lidah & perutnya, dengan hanya memakan makanan prāsadām (lungsuran) saja.⁣


"Setelah mempersembahkan kepada Tuhan, ṛṣi, devatā penjaga rumah, ia boleh memakan makanan atas apa yang telah disediakan."⁣

"Ia yang menyiapkan makanan hanya untuk diri sendiri, sebenarnya hanya makan dosa saja. Karena sudah ditetapkan bahwa makanan yang telah disucikan setelah ritual persembahan—menjadi makanan-makanan orang bijak"⁣

—Manu Saṁhitā (3.17-18)⁣

Manusia telah mengarungi kehidupan material tanpa kendali. Kesadaran bahwa "aku adalah penikmat" harus dilampauinya, Tuhan lah Penikmat sesungguhnya (Hṛṣīkēśa). Selama kita masih berpikir diri kita adalah penikmat selama itu pula kita sedang dikelabui oleh ilusi.⁣

Kita semua adalah bagian yang tak terpisahkan dari Tuhan—mamaivāṁśo jīva-loke. Dan kedudukan kita dimaksudkan untuk memuaskan-Nya—yajñārthāt karmaṇo ’nyatra. Namun atas pengaruh energi ilusi (māyā) kita tidak mengetahui siapa Sang Diri sebenarnya, Sang Diri adalah Dia—brahman ātmān aikyam.⁣

"Satu-satunya Aku yang menikmati dan menguasai segala kurban suci. Karena itu, orang yang tidak mengakui sifat rohani-Ku yang sejati akan jatuh."⁣

Bhagavad Gītā (9.24)⁣


Via :@filsafat_hindu

📸: @filsafat_hindu





Admin : halopejati.com


8 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page