top of page
Cari

Part II Sejarah Pura Kahyangan Tiga

Sebelum masa pemerintahan raja suami-istri Udayana dan Gunapriya Darmapatni tahun 989 -1011M di Bali berkembang banyak aliran-aliran keagamaan seperti: Pasupata, Bairawa, Wesnawa, Boda, Brahmana, Resi, Sora, Ganapatya dan Siwa Sidanta. Di antara penasehat pemerintahan Udayana, tersebut nama Senapati Kuturan di samping sebagai ketua Majelis Pusat Pemerintahan yang disebut “Pakiran-kiran i jro makabehan”.


Adanya banyak aliran-aliran di Bali menimbulkan perbedaan kepercayaan di masyarakat sehingga sering menimbulkan pertentangan dan perbedaan pendapat di antara aliran yang satu dengan yang lainnya. Akibat adanya pertentangan ini membawa pengaruh buruk terhadap jalannya roda pemerintahan kerajaan dan mengganggu kehidupan masyarakat.


Menyadari keadaan yang demikian itu maka raja Udayana menugaskan Empu Kuturan untuk mengadakan pasamuhan (pertemuan) para tokoh- tokoh agama di Bali. Pasamuhan para tokoh agama itu bertempat di Desa Bedahulu Kabupaten Gianyar.


Pertemuan para tokoh-tokoh agama dari berbagai aliran yang ada di Bali berhasil menetapkan dasar keagamaan yang disebut Tri Murti yang berarti tiga perwujudan dari Hyang Widi yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Tempat pasamuhan yang menghasilkan dasar keagamaan Tri Murti disebut Samuan Tiga di mana sekarang berdiri Pura Samuan Tiga di Desa Bedahulu. Pada pura ini tersimpan banyak peninggalan purbakala seperti lingga, Arca Ganesa, Arca Durga, arca perwujudan batara- batari.


Tiga kekuatan di atas yang merupakan prabawa Hyang Widi dapat dirasakan dan dialami dalam kehidupan di dunia ini sebagai suatu siklus yaitu: lahir, hidup dan mati. Demikian seterusnya berputar sebagai suatu lingkaran yang tiada terputus sepanjang jaman, karena ia kodrat alam dan hukum Tuhan. Ketiga kodrat alam ini disebut tri kona (segi tiga). Kesaktian untuk menciptakan (utpati), kesaktian untuk memelihara (stiti) dan kesaktian untuk mengembalikan kepada asalnya (pralina) merupakan tiga sifat yang mutlak dan diwujudkan dengan dewa Tri Murti.


Untuk lebih memantapkan dan memasyarakatkan konsepsi Tri Murti yang telah disepakati sebagai dasar keagamaan di Bali, maka pada setiap desa adat didirikan Kahyangan tiga.


Sumber rangkuman : yanarthawordpress

📸 : Sejarahraja



Admin: halopejati.com

0 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

TUMPEK Saniścara kliwon ngaran tumpěk, wkasing tuduh ring sarwa janma, [Sundarigama, a] Rahina pertemuan Saptawara Saniscara (Sabtu) dengan Pancawara Kliwon dinamakan Tumpěk, yang bermakna puncak sega

PAGERWESI

bottom of page