top of page
Cari

Perkawinan nyerod masih menjadi pro dan kontra dibali

Perkawinan merupakan ikatan lahir bhatin antara seorang pria dengan wanita.

Dalam bahasa Sansekerta disebut dengan pawiwahan.


Dalam konteks perkawinan Hindu, yang dikawinkan ini adalah fisik (sanggama), ideologi (samana), dan spirit lahir bhatin (samyoga). Perkawinan merupakan suatu dharma yang wajib dilakukan.


Esensi dari perkawinan tersebut adalah marisudha sarira atau melegitimasi hubungan.


Tujuan perkawinan itu adalah dharma sampati.


Dalam Agastya Parwa dikatakan, “Grahasta ngarania yata sakti kayika dharma,”.

Artinya, jika orang sudah memasuki grahasta, di situlah kemampuan untuk dapat melaksanakan dharma, meneruskan keturunan, dan memenuhi kepuasan seksualitas secara legal.


Tetapi, bila kita masuk ke dalam aspek budaya di Bali, ternyata perkawinan tidak sesedarhana itu.

Terdapat teososiologi yang tidak dapat dielakkan.

Seperti terdapat sistem penyimpagan dari warna ke wamsa (dinasti).


Dalam ajaran Purana, sesungguhnya wamsa hanya ada dua, wamsa surya dan wamsa soma.


Tapi di Bali, warna itu juga diadopsi dan melahirkan hukum-hukum adat yang melampaui realitas yang sesungguhnya.


Contoh riilnya adalah ritual pernikahan.

Bagi perempuan dari wangsa ksatria yang menikah dengan pria dari keluarga jaba, maka si perempuan wajib menanggalkan silsilah keluarganya.


Seperti menghapus gelar ‘’Anak Agung’’ dari namanya.

Dan, yang lebih parah lagi melarang si perempuan bersembahyang di merajan kelahirnya, karena statusnya sudah ‘nyerod’.


Sesungguhnya dalam ajaran agama Hindu, hal ini tidak diajarkan.

Dalam lontar Rsi Sesana Catur Yuga memang terdapat ajaran pemegat wamsa.


Namun bukan dibuat untuk perkawinan, melainkan dilakukan ketika terjadi ancaman.


Namun sayangnya, hal ini diadopsi pada perkawinan.

Kalau bisa, marilah kita hilangkan tradisi ini.

Sebab kasihan, kalau si perempuan itu diceraikan oleh suaminya.


Ke mana dia harus pergi?


Selain itu, bagaimana nanti ritual pengabenannya.

Sebab di tempat lahirnya sudah tidak diakui sementara ikatan dengan suaminya sudah diputus.


Tradisi nyerod ini sama seperti mengambil hak asasi seseorang. (*)


Sumber : kutipan tribunbalidotcom

📸via : @pesona_taksubali




Admin : halopejati.com


16 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page