SENG BELING SENG NGANTEN.. ANTARA BANGGA DAN TERCELA
FENOMENA beling malu (hamil sebelum menikah) kini terkesan lumrah. Ungkapan sing beling sing juang (tidak hamil, tidak dinikahi) pun jadi lazim. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran pemaknaan di masyarakat. Intinya, masyarakat Bali makin ‘mewajarkan’ adanya gadis hamil sebelum nikah.
Pada era 1980-an ke bawah, kasus hamil sebelum menikah di Bali dianggap sebuah aib yang menimpa keluarga perempuan. Di mata masyarakat ‘kasus’ ini dianggap sebuah wujud pelecehan martabat keluarga perempuan oleh pihak lain. Anggapan lain yakni gadis beling malu jadi korban pelecehan moral oleh laki-laki. Apalagi laki-laki itu dari keluarga berbeda klan dengan pihak perempuan.
Namun belakangan ini, asumsi masyarakat tentang ‘kasus’ beling malu, makin terbalik. Beling malu malah jadi kebanggaan pihak keluarga pawarangan (orangtua kedua mempelai). Calon mempelai perempuan juga membawa hamilannya dengan biasa-biasa saja. Tak ada cemooh, apalagi pelecehan martabat, seperti era dulu. Beling malu juga dianggap keberuntungan. Karena orangtua pawarangan bisa memastikan, dan kebanyakan, lebih suka segera punya cucu. Mereka tak ingin mempelai perempuan mandul.
Melihat fenomena ini, Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, Jero Gede Putus Suwena Upadesha mengatakan, pandangan masyarakat yang seakan menganggap hamil di luar nikah adalah hal biasa merupakan pandangan yang keliru. Menurutnya, hal tersebut sudah bertentangan dengan tatanan adat dan budaya Bali yang berdasarkan agama Hindu. Dengan alasan apapun, hal tersebut tetap tidak dibenarkan.
Bagaimana nih menurut semeton ?
Via : nusabali.com
Foto by : anom harya
Repost: @pesona_taksubali
Admin: halopejati.com